Friday, May 10, 2002

Diskusi: Kualifikasi vs Jabatan vs Pendapatan

Rekan-rekan, saya bukan orang yang berkecimpung dalam bidang Human Resources, tapi ada beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan hal ini.

Saya, dan banyak rekan-rekan lain yang berkecimpung dalam bidang IT (Information Technology)/komputer, sedang berdiskusi mengenai subject di atas di salah satu milis IT. Pemicunya adalah lowongan pekerjaan yang diposting di milis tersebut, tapi antara "jabatan" dan "kualifikasi/job descriptionnya" tidak masuk akal. Istilah kami "cuma Superman yang bisa melakukan hal ini".


Saya kasih ilustrasi sbb:

1. Sebuah perusahaan membutuhkan 1 orang pengemudi untuk Direktur Utama. Syaratnya, sopan santun dan HARUS mahir mengemudikan semua jenis kendaraan, baik itu Motor, Sedan, Bus, Truk Gandengan/trailer.

Lowongan pekerjaan diatas sudah fokus, yaitu pengemudi untuk Direktur Utama, yang logikanya menggunakan mobil sedan (misalnya BMW atau Mercy). Tapi syaratnya harus mahir mengemudikan truk Gandengan, tentu tidak masuk akal, walaupun sama-sama kendaraan.

2. Sebuah perusahaan membutuhkan 1 orang pengemudi yang mahir mengemudikan semua jenis kendaraan, baik itu Motor, Sedan, Bus, Truk Gandengan/trailer.

Lowongan diatas juga membingungkan, walaupun titelnya "pengemudi", tapi tidak jelas pengemudi apa?

Nah di sini timbul jawaban yang kurang lebih memojokkan perusahaan tersebut, misalnya "kualitas Superman/hebat, gaji cuma bisa beli Supermi/kecil) atau "ini perusahaan ngga waras yah, mana ada yang bisa", dan sejenisnya.

Juga belum lama ini, saya baca iklan (cukup besar) di media cetak yang mencari Manager, tapi job descriptionnya/kualifikasinya sama sekali tidak ada hubungannya dengan "Manage People", lebih pada "staff".

Pertanyaan:
1. Apa pendapat rekan-rekan pada 2 ilustrasi di atas, dilihat dari sisi HR, karena ilustrasi diatas sering kami baca dan dijadikan bahan perbincangan?

2. Mungkin rekan-rekan yang ada di bidang Human Resources bisa memberikan pencerahan, khususnya untuk pekerjaan dalam bidang IT, bagaimana/kenapa hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana HR menentukan kualifikasi untuk satu pekerjaan, baik untuk yang tidak punya dept. IT maupun yang sudah punya.

Salam
Albert

From: "Albert Siagian" 
Sent: Tuesday, April 30, 2002 2:08 AM
-------------------

From: "Richard Sigmund S."
To:
Sent: Tuesday, April 30, 2002 3:01 AM

Saya bukan HR tapi kayaknya itu barangkali perusahaan tidak ada niat untuk merekrut pegawai lewat jalur media tapi merasa perlu memenuhi persyaratan depnaker untuk merekrut dari luar lewat media masa. Tapi yg direkrut tetap saja orang dalam lewat japri dengan kriteria jabatan, jobdes dan persyaratan normal.

Salam Hormat,
Richard/

-------------------

From: "Albert Manesa"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 3:29 AM

Rekan Albert (kebetulan nama kita sama),

Kualifikasi untuk jabatan tertentu itu ditentukan oleh requirement posisi yang akan ditempati. Biasa untuk mengetahui requirement tersebut hal yang dilakukan adalah mendapatkan gambaran tentang rincian pekerjaan/proses yang harus dijalankan oleh pemegang posisi itu. Dari rincian tersebut kemudian akan didapatkan requirementnya.

Kualifikasi suatu jabatan yang sama, Lets say IT manager, bisa berbeda antar satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Sebagai Orang IT anda tentunya paham benar bahwa untuk perusahaan yang lebih kecil masalah IT-nya tidak akan se complicated perusahaan yang besar, sehingga bisa saja walaupun jabatannya adalah sama2 IT Manager tetapi kualifikasinya berbeda antara perusahaan yang kecil dan yang besar (tentunya gaji-nya pun akan berbeda).

Dari contoh anda tentang pengemudi Direksi, bisa saja kualifikasi tersebut menjadi benar sebab ternyata rincian pekerjaan pengemudi tersebut tidak hanya mengemudikan mobil "sedan" direksi saja tetapi juga menjadi supir truck perusahaan jika direksi-nya lagi keluar kota (ini contoh saja).

Yang menjadi salah, adalah apabila satu jabatan membutuhkan begitu banyak requirement sehingga kualifikasi yang dibutuhkan adalah kualifikasi superman, ini dapat berakibat jabatan tersebut tidak ada yang dapat mendudukinya, karena memang tidak ada superman.

Demikian, semoga membantu.

Albert Manesa.

-------------------

From:
Sent: Tuesday, April 30, 2002 4:07 AM

Apakah sampai sekarang persyaratan itu (masih) ada? Saya sudah mendengar "rumor" seperti itu lama sekali, tapi tidak tahu bahwa hal ini memang nyata.

Salam
Albert

-------------------

From: "Albert Siagian"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 4:30 AM

Rekan Albert (juga :-) )

Kami, di milis IT, justru melihat banyak seperti yang anda tulis terakhir. Hampir setiap posting lowongan kerja seperti ini.

Saya kutip tanggapan anda:
Yang menjadi salah, adalah apabila satu jabatan membutuhkan begitu banyak requirement sehingga kualifikasi yang dibutuhkan adalah kualifikasi superman, ini dapat berakibat jabatan tersebut tidak ada yang dapat mendudukinya, karena memang tidak ada superman.

Saya tidak tahu apakah hal yang sama berlaku dibidang lain. Justru itulah kami bingung, apakah sebetulnya banyak perusahaan yang HR-nya masih "blur" dalam hal menentukan kualifikasi yang sesuai dengan posisi, untuk bidang IT?

Maaf, kalau saya kasih ilustrasi tentang "pengemudi", karena saya pikir ini lebih mudah dicerna, daripada saya kasih contoh kasus nyata tapi tidak semua orang di milis ini mengerti IT.

Salam
Albert

-------------------

From: "MULJANA Tjetjep"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 5:28 AM

Saya punya pendapat agak lain.

Meskipun persyaratan tersebut, seperti sopir Dirut, harus juga bisa mengendarai Truk gandengan, sebenar nya untuk perusahaan tertentu memang masuk akal juga.

Misalnya suatu perusahaan kecil yang tidak akan mampu membayar banyak karyawan, maka karyawan tersebut harus "serba bisa", misalnya tadi, sopir direktur, kalau salah satu sopir truk berhalangan, sopir direktur tadi bisa menggantikannya Direktur nya mungkin nyopir sendiri.

Jadi disini bukan "kualifikasi" tapi ke "serba bisa"an nya yang diperlukan. Dan alasan nya bukan mencari Superman, tapi untuk penghematan biaya.

Trims.

-------------------

From: "APINDO HQ"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 5:40 AM

Sebenarnya kalau kita mau memperbaharui KJI (Klasifikasi Jabatan Indonesia) terbitan tahun 1984, yang sekarang tidak di update juga tidak dipakai lagi, maka dengan mengacu pada standard KJ kesulitan semacam ini dapat teratasi. Pernah ada pembahasan untuk menggunakan KJ dari Amrik, Eopah atau Ausi, tapi sebatas kajian dan tidak ada kelanjutannya.

Dengan mengacu pada KJ, uraian jabatan, syarat jabatan dan klasifikasinya jelas, berarti standard harganya juga dapat dipatok rata-rata berapa. Tapi sayang kita belum punya lagi seperti itu.

HRI Club sebagai wadah insan HR mungkin tertarik untuk membuat kajian KJ Indonesia, syukur-syukur jadi Kodifikasi KJI lengkap, yang tentunya secara periodik akan dikaji ulang dan diperbarui. KJI ini dapat dipakai pula sebagai rujukan untuk membuat sertifikasi jabatan yang diterbitkan oleh lembaga tertentu yang telah terakreditasi.

Salam,
Zax

-------------------

From: "Yoyok Waluyo"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 6:29 AM

Bp. Zax,

Ide anda untuk membuat guidance jabatan/posisi sangat ruarrrr biasa.... lha tapi daripada yang bikin HRI atau informal HR gatherings yang lain.. apa gak lebih baik sekarang ini saatnya untuk APINDO yang berinisiatif menyusun survey result atau practical guidance seperti itu.. menurut saya, di jagad Indonesia ini APINDO yang paling kompeten untuk menyusun, karena anggotanya tersebar di seluruh nusantara.

Mempunyai members yang numorous itu akan sangat membantu penyusunannya, karena masing-masing anggota terbagi dalam berbagai sektor yang berbeda. Biasanya, masing-masing sektor punya uniqueness dalam penyebutan dan hirarki posisi. Pasti juga termasuk kualifikasi, deskripsi, prasyarat, kompetensi atau aspek lain yang menerangkan masing-masing posisi/jabatan. Setelah dilakukan survei dan analisa, resultnya bisa dijual dengan strategi pricing yang berbeda, anggota APINDO (yang bayar iuran) dapet discount, sedangkan yang non member (termasuk yang selalu nunggak) harganya tetap.

Saya yakin seluruh mailing list members akan setuju kalo APINDO berinisiatif bikin dan pasti banyaklah yang akan beli dan memanfaatkan service ini...

Regards.

-------------------

From: "Denny Herdian Makarim"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 7:00 AM

Ha.. ha..

Pak Yoyok, kami SETUJU berat dgn usul-nya, malah SEPULUH deh..

salam

-------------------

From: "Albert Siagian"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 7:33 AM

Memang masuk akal kalau untuk orang tertentu, misalnya fresh graduates, yang kadang-kadang belum tahu orientasi dia mau kemana. Semua pekerjaan dikuasai dan di coba, yang pada akhirnya nanti dia bisa menemukan jati diri, mau jadi apa.

Buat saya, menjadi tidak masuk akal kalau semua persyaratan tersebut masih di tambah 1 persyaratan penting "pengalaman minimal 5 tahun" !

Orang yang sudah bekerja sekian lama, umumnya sudah berorientasi pada 1 atau 2 keahlian, bukan 5 atau 10. Memang sih ada, tapi berapa perbandingannya? 1:100? 1:1000?

Kemudian yang terakhir ya...UUD alias ujung-ujungnya duit. Kalaupun ada orang yang "serba bisa", apakah dia mau digaji sama besarnya dengan orang yang punya 1 kualifikasi? Secara normal tentunya tidak. Seperti yang anda katakan, perusahaan kecil yang tidak mampu membayar banyak karwayan, berarti kemungkinan besar juga tidak bisa memberikan gaji yang layak untuk kualifikasi yang "serba bisa" tersebut.

Salam
Albert

-------------------

From: "Wiji Alfianto"
Sent: Friday, May 03, 2002 5:22 AM

Saya kurang sependapat jika orang "serba bisa" (generalis ?) memiliki harga yang lebih "mahal" ketimbang yang spesialilist. Persoalannya bukan saja seberapa luas penguasaaan seseorang atas berberapa ketrampilan, namun juga seberapa dalam ketrampilan tertentu bisa dikuasai secara spesifik.

Perusahaan yang kurang mampu membayar karyawan dengan gaji tinggi biasanya lebih membutuhkan karyawan dengan rentang kendali job yang luas, dan bukan yang dalam. Yang serba bisa ini yang biasanya yang mau dibayar lebih murah ketimbang yang sudah spesialisasi (profesional?)

Salam,
Wiji

-------------------

From: "Jo Rumeser"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 4:32 AM

Bung Albert,

Contoh anda bagus sekali. Ini sederhana tetapi sering terjadi, dan penyebabnya bisa bermacam2:
= karena malas berpikir
= karena tidak tahu apa yang sesungguhnya diinginkan, jadi buat saja 'keranjang sampah', siapa tahu ada yang nyangkut.
= karena memang 'akal dan logika'nya terbatas, jadi nggak kepikiran sejauh yang anda pikirkan.
= karena menyuruh 'bawahan' tanpa pedoman yang jelas dan tidak dicek lagi
Mungkin ada kemungkinan2 lain.

salam,
jo rumeser

-------------------

From: "Albert Siagian"
Sent: Tuesday, April 30, 2002 4:42 AM

Bung Jo,

Dengan kata lain, saya bisa simpulkan bahwa kita/pencari kerja tidak perlu buang-buang waktu untuk melamar, karena perusahaan/HR tersebut tidak tahu kualifikasi yang di inginkan?

atau

Maju terus, pantang mundur dan tetap melamar dengan asumsi HR-nya bisa di bohongin pada saat interview, karena dia juga ngga tahu apa yang diinginkan? (kebangetan sih untuk level Manager, tapi mungkin masih bisa untuk level bawah).

Salam
Albert

-------------------

From: "Jo Rumeser"
Sent: Monday, May 06, 2002 2:53 AM

Bung,

Kalau hemat saya, kita lihat waktu yg kita miliki. Kalau cukup longgar ya, tidak ada salahnya dicoba. Tetapi kalau wkt kita pas2an, ya harus 'teliti sebelum membeli'. Tetapi biasanya, kalau 'penawarannya' tidak jelas, remunerasinya juga tidak jelas.

Salam,
jo rumeser

No comments:

Post a Comment